Tekanan uap adalah tekanan suatu uap pada kesetimbangan dengan fase bukan uap-nya. Semua zat padat dan cair memiliki kecenderungan untuk menguap menjadi suatu bentuk gas, dan semua gas memiliki suatu kecenderungan untuk mengembun kembali. Pada suatu suatu suhu tertentu, suatu zat tertentu memiliki suatu tekanan parsial yang merupakan titik kesetimbangan dinamis gas zat tersebut dengan bentuk cair atau padatnya. Artinya, suatu fluida dikatakan mencapai tekanan uap air jenuh ketika telah mencapai kesetimbangan jumlah antara molekul fluida yang menguap dan molekul fluida yang kembali mengembun ke dalam fluida. Titik ini adalah tekanan uap zat tersebut pada suhu tersebut.
Tekanan uap suatu cairan bergantung pada banyaknya molekul di permukaan yang memiliki cukup energi kinetik untuk lolos dari tarikan molekul-molekul tetangganya. Jika dalam cairan itu dilarutkan suatu zat, maka kini yang menempati permukaan bukan hanya molekul pelarut, tetapi juga molekul zat terlarut. Karena molekul pelarut di permukaan makin sedikit, maka laju penguapan akan berkurang. Dengan pekataan lain, tekanan uap cairan itu turun. Makin banyak zat terlarut, makin besar pula penurunan tekanan uap.
Contoh sederhana efek dari perubahan tekanan pada titik didih fluida adalah bertambah atau berkurangnya titik didih fluida. Semakin tinggi tekanan yang terjadi pada suatu fluida, maka semakin tinggi titik didih yang dibutuhkan untuk mendidihkan suatu fluida. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tekanan, maka semakin rendah pula suhu yang dibutuhkan untuk mendidihkan suatu fluida. Hal ini dengan mudah kita amati dalam proses pendidihan air. Dibutuhkan suhu 1000 C untuk mendidihkan air pada tekanan dataran rendah, sedangkan di daerah pegunungan dibutuhkan suhu kurang dari 1000 C untuk mendidihkan air.
Tegangan permukaan adalah gaya yang diakibatkan oleh suatu benda yang bekerja pada permukaan zat cair setiap panjang permukaan yang menyentuh benda itu. Apabila F = gaya (newton) dan L = panjang (m), tegangan-permukaan/S dapat ditulis sebagai berikut :
S=F/L
Tegangan permukaan terjadi karena permukaan zat cair cenderung untuk menegang sehingga permukaannya tampak seperti selaput tipis. Hal ini dipengaruhi oleh adanya gaya kohesi antara molekul air. Agar semakin memahami penjelasan ini, perhatikan ilustrasi berikut. Kita tinjau cairan yang berada di dalam sebuah wadah.
Molekul cairan biasanya saling tarik menarik. Di bagian dalam cairan, setiap molekul cairan dikelilingi oleh molekul-molekul lain di setiap sisinya; tetapi di permukaan cairan, hanya ada molekul-molekul cairan di samping dan di bawah. Di bagian atas tidak ada molekul cairan lainnya. Karena molekul cairan saling tarik menarik satu dengan lainnya, maka terdapat gaya total yang besarnya nol pada molekul yang berada di bagian dalam cairan. Sebaliknya, molekul cairan yang terletak dipermukaan ditarik oleh molekul cairan yang berada di samping dan bawahnya. Akibatnya, pada permukaan cairan terdapat gaya total yang berarah ke bawah. Karena adanya gaya total yang arahnya ke bawah, maka cairan yang terletak di permukaan cenderung memperkecil luas permukaannya, dengan menyusut sekuat mungkin. Hal ini yang menyebabkan lapisan cairan pada permukaan seolah-olah tertutup oleh selaput elastis yang tipis. Fenomena ini kita kenal dengan istilah Tegangan Permukaan (σ).
Salah satu contoh tegangan permukaan yang umum dijumpai adalah gelembung sabun. Gelembung sabun berbentuk bulat karena dipengaruhi oleh adanya tegangan permukaan. Terlebih dahulu kita bahas gelembung sabun. Gelembung sabun memiliki dua selaput tipis pada permukaannya dan di antara kedua selaput tersebut terdapat lapisan air tipis. Adanya tegangan permukaan menyebabkan selaput berkontraksi dan cenderung memperkecil luas permukaannya. Ketika selaput air sabun berkontraksi dan berusaha memperkecil luas permukaannya, timbul perbedaan tekanaan udara di bagian luar selaput (tekanan atmosfir) dan tekanan udara di bagian dalam selaput. Tekanan udara yang berada di luar selaput (tekanan atmosfir) turut mendorong selaput air sabun ketika ia melakukan kontraksi, karena tekanan udara di bagian dalam selaput lebih kecil. Setelah selaput berkontraksi, maka udara di dalamnya (udara yang terperangkap diantara dua selaput) ikut tertekan, sehingga menaikan tekanan udara di dalam selaput sampai tidak terjadi kontraksi lagi. Dengan kata lain, ketika tidak terjadi kontraksi lagi, besarnya tekanan udara di antara selaput sama dengan tekanan atmosfir + gaya tegangan permukaan yang mengerutkan selaput.
Dari fenomena tersebut kita dapat merumusakan persamaan sebagai berikut :
∆p=(p_(a )-p_in)
∆p= perbedaan tekanan
p_(a )= tekanan di luar gelembung
p_(in )= tekanan di dalam gelembung
Tekanan di luar gelembung dirumuskan sebagai berikut :
p_a=2πRσ
Sedangkan tekanan di dalam gelembung :
p_in=∆pπR^2
Dari kedua persamaan diatas dapat kita gabungkan menjadi:
p_a=p_in
2πRσ=∆pπR^2
∆p=2σ/R
Dari persamaan-persamaan diatas dapat kita analisis sebagai berikut:
(p_a-p_in )=σ,berarti gelembung dalam keadaan tetap dan titik kritis tegangan permukaan
(p_a-p_in )<σ , berarti gelembungdalam keadaan tetap
(p_a-p_in )>σ, berarti gelembung sudah pecah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar